Jumat, 12 Maret 2010
In:
Nouvelle
Bagaikan Sebuah Halte
Hari demi hari pun terus berlalu, begitu cepat bulan berganti. Rotasi dan revolusi begitu cepat bagaikan gasing yang berputar. Tak terasa kini telah berganti tahun. Setiap aktivitas berlalu begitu sangat monoton. Zaman sudah berubah tapi kehidupan ini seperti jalan di tempat.
Begitu banyak kendaraan yang berlalu-lalang di jalan raya pada pagi hari. Tidak ada henti-hentinya kendaraan memadati disetiap ruas jalan. Sebuah halte bus pun dipadati oleh banyak orang. Terlihat seorang gadis duduk termenung disalah satu sisi tempat duduk halte. Ia begitu tampak lesu di pagi hari yang cerah ini. Entah apa yang dipikirkannya sampai membuat mood-nya down. Semua orang yang berada di halte terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing. Tidak ada satu orang pun yang menyadari bahwa ada seorang gadis yang telah meneteskan air mata.
Keesokkan harinya, ia menunggu di halte yang sama dan duduk di tempat yang sama seperti kemarin. Setiap hari gadis itu selalu menunggu di halte. Agar ia tidak merasa kesepian, ia mendengarkan musik dari mp3 kesayangannya. Walaupun begitu didalam hatinya ada perasaan kesepian dan lelah yang sangat mendalam. Setiap hari ia habiskan untuk menunggu. Seperti sebuah halte yang merupakan tempat untuk menunggu bagi para penumpang angkutan umum. Ada saatnya halte itu ramai dan ada saatnya juga sepi.
Terus menunggu dan menanti. Mungkin bagi sebagian orang, hal tersebut sangat membosankan dan melelahkan. Tapi ia tetap melakukannya demi mendapatkan kepastian. Seperti halte yang makin lama makin bobrok hanya tinggal menunggu waktu untuk direnovasi ulang. Begitu juga dengan hatinya yang semakin lelah. Sampai kapan ia akan terus-menerus untuk menunggu sesuatu yang tidak pasti batinnya. Seiring berjalannya waktu gadis itu tidak pernah ada di halte tersebut. Ia sudah memutuskan untuk tidak seperti halte.
Created by Laras Cahya Ramadhanti
Label: Love Story Nouvelle
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 komentar:
goraz
artikelnya keren
begitu nyata,hehe
lanjutkan ya menulis artikel2 keren lagi
:)
Layaknya Supir Bus
Hari demi hari terus berlalu, begitu cepat bulan berganti. Rotasi dan revolusi begitu cepat bagaikan topan yang berputar. Tak terasa kini telah berganti tahun. Setiap aktivitas berlalu begitu sangat monoton. Zaman sudah berubah tapi kehidupan ini seperti jalan di tempat.
Begitu banyak kendaraan yang berlalu-lalang di jalan raya pada pagi hari. Tidak ada henti-hentinya kendaraan memadati disetiap ruas jalan. Di kemacetan terlihat supir bus yang tampak letih dengan pekerjaannya. Wajahnya yang kusam memperlihatkan bahwa ia tidak terurus. Raut wajahnya seolah-olah tidak punya harapan untuk hidup. pandangan matanya kosong. Cekungan di bawah matanya pun terlihat menghitam menandakan kalau ia kurang istirahat. Entah apa yang ada dipikirkannya saat ini. Semua penumpang yang berada di bus terlalu sibuk dengan urusannya masing-masing hingga tidak ada satu orang pun yang menyadari bahwa supir itu telah meneteskan air mata. Setelah ia ditinggalkan oleh orang yang sangat disayanginya, tidak ada lagi kebahagiaan dalam hari-harinya. Penyesalan yang begitu dalam mungkin itu yang bisa mengekspresikan keadaannya.
Keesokan harinya supir itu masih tetap melakukan pekerjaannya juga dengan kondisi yang semakin parah. Setiap hari ia tetap melakukan pekerjaannya itu karena memang hanya itu tugas yang harus diselesaikannya setiap hari demi sesuap nasi dan sepeser rupiah. Tidak seperti halte yang terkadang ramai oleh orang-orang dan terkadang sepi, walau keadaan dalam bus ramai tapi dalam hati supir bus selalu sepi karena ia merasa sangat kehilangan orang yang sangat dicintainya. Tetesan demi tetesan air mata terus berjatuhan hingga terkadang tetesan darah yang terjatuh. Tapi tidak ada satu orangpun yang peduli. Bahkan hanya tatapan sinis dan tatapan penghinaan yang ia dapatkan. Tak ada orang yang menganggapnya ada.
Sampai kapan ia akan terus-menerus mendapatkan perlakuan seperti ini? Apakah memang ini yang pantas ia dapatkan? hidupnya yang sudah susah kini bertambah parah hingga membuat ia payah. Mungkin di dalam hatinya ia sudah lelah dengan semua ini. Suatu saat pernah terlintas untuk mengakhiri hidupnya di dunia tapi ia tidak ingin membuat kedua orang tuanya kecewa. Sekarang ia sudah menetapkan hatinya untuk tidak akan pernah mengulangi kesalahan yang dulu pernah ia buat yang menyebabkan orang yang sangat ia cinta pergi meninggalkannya. Ia berjanji kali ini tidak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan kalau seandainya ia dapat kembali lagi. Hari demi hari terasa semakin berat tapi ia terus berjuang mengumpulkan rupiah sedikit demi sedikit, sepeser demi sepeser.
Seiring berlalunya waktu, semakin banyak penumpang yang berpaling. Mereka lebih memilih naik kendaraan pribadi dibanding dengan bus kota tua yang sudah usang. Walaupun demikian, supir bus dengan gigih melaksanakan tugasnya dan menabung untuk suatu saat ia akan merenovasi halte bus kecil dimana ia dulu bertemu dengan gadis yang sangat ia sayangi itu dengan harapan ia akan datang kembali untuk menaiki bus kota lagi seperti dulu.
Berharap pada secercah harapan ia dapat membahagiakan dan menikahi gadis yang sangat ia sayangi itu seandainya nanti bertemu kembali...
Cerita ini kupersembahkan untuk gadis itu dengan setulus hatiku dan segenap cintaku untuknya...
Laras Cahya Ramadhanti...
Created by Agung Panji Saputra (aRtzMic cReatiVe)
more at aichanlionheart.blogspot.com
Posting Komentar